Jumat, 06 November 2015

Manusia Sebagai Makhluk Berbudaya



Kata Pengantar
Puji dan syukur atas ke hadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah Nya saya bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Manusia Sebagai Makhluk Berbudaya”. Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial Dasar.
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat positif sangat saya butuhkan untuk menyempurnakan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk mengembangkan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Jakarta, 5 November 2015
Penyusun,

Dimas Ari Pratama


DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
1.2  Rumusan Masalah
1.3  Tujuan dan Manfaat
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Kebudayaan
2.1.1 Pengertian Kebudayaan
2.1.2 Fungsi Kebudayaan
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Jenis dan Ragam Kebudayaan di Masyarakat
3.2 Memperlakukan Manusia Melalui Pemahaman Terhadap Konsep Budaya Dasar
3.3 Proses dan Perubahan Kebudayaan
3.4 Problematika Sosial Budaya
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Pada hakekatnya manusia telah diberi anugrah oleh Allah SWT berupa akal dan nafsu, akal dan nafsu inilah yang mendorong manusia untuk menciptakan sesuatu yang dapat mewujudkan cita-cita atau penghargaannya. Dalam mewujudkan cita-cita tersebut manusia telah menciptakan sains, teknologi dan seni sebagai salah satu sarana sehingga sejak saat itu kehidupan manusia mulai berubah. Selain itu sains, teknologi, dan seni juga telah mempengaruhi peradapan manusia dalam kehidupannya terutama dalam bidang budaya.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan seni diharapkan dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap bidang-bidang lain, khususnya budaya yang menjadi kebanggaan bangsa Indonesia. Pemanfaatan kemajuan teknologi, dan seni secara baik haruslah diterapkan, sehingga dapat menjaga kelestarian budaya bangsa.
Manusia tidak dapat lepas dari kebudayaan, disebabkan kebudayaan merupakan cara beradaptasi manusia dengan lingkungannya yang merupakan warisan sosial. Dan kebudayaan itu sendiri bagi manusia berguna untuk mengatur hubungan antar manusia dan sebagai wadah masyarakat menuju taraf hidup tertentu yang lebih baik, manusiawi, dan berperi kemanusiaan.

Serta budaya merupakan sebuah peninggalan kakek dan nenek moyang kita yang harus kita lestarikan dan dibudayakan hingga nanti turun temurun dari generasi ke generasi kita selanjutnya.


1.2          Rumusan Masalah
      1.      Apa pengertian dan fungsi kebudayaan ?
      2.      Bagaimana jenis dan ragam kebudayaan di lingkungan masyarakat ?
3.      Bagaimana fungsi akal dan budi manusia dalam menanggapi pengembangan          
         kebudayaan ?
4.      Bagaimana memperlakukan manusia melalui pemahaman terhadap konsep  dasar
         budaya ?
5.      Jelaskan proses dan perubahan budaya !

1.3          Tujuan dan manfaat
Dalam penulisan makalah ini adalah bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi setiap orang untuk memahami segala aspek tentang kebudayaan seperti halnya : pengertian  kebudayaan, fungsi kebudayaan, jenis dan ragam kebudayaan, fungsi akal dan budi dalam pengembangan kebudayaan, proses dan perubahan kebudayaan, serta problematika sosial budaya.
Kita sebagai subyek yang berperan utama mempunyai peranan yang sangat penting dalam aspek sebagai pelaku budaya. Dengan kita menjaga kelestarian budaya maka kita dapat melestarikan kebiasaan-kebiasaan yang membentuk pribadi kita masing-masing. Budaya merupakan ciri khas dari suatu daerah yang menggambarkan hubungan kebersamaan atau panutan di antara masyarakat setempat.
Dari banyak ragam budaya yang ada masing-masing memiliki arti atau pengertian masing-masing dari budaya tersebut. Dan cara  melakukannya juga berbeda-beda, ini menunjukkan bahwa budaya merupakan cerminan dari diri seseorang.
Banyak manfaat yang kita peroleh dari kita mengikuti budaya, namun bukan budaya yang menyimpang. Melainkan, budaya yang sudah kita tekuni mulai dari kita lahir yang sudah menjadi kebiasaan dalam masyarakat setempat. Kebersamaan, gotong royong, kekeluargaan dan hubungan timbal balik lainnya.



BAB II
LANDASAN TEORI

2.1  Kebudayaan
2.1.1             Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan adalah salah satu istilah teoritis dalam ilmu-ilmu sosial. Secara umum, kebudayaan diartikan sebagai kumpulan pengetahuan yang secara sosial diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Makna ini kontras dengan pengertian kebudayaan sehari-hari yang hanya merujuk pada bagian tertentu warisan sosial, yakni tradisi sopan santun dan kesenian. Istilah kebudayaan ini berasal dari bahasa latin Cultura dari kata dasar colere yang berarti berkembang atau tumbuh.
Dalam ilmu-ilmu sosial istilah kebudayaan sesungguhnya memiliki makna bervariasi yang sebagian diantaranya bersumber dari keragaman model yang mencoba menjelaskan hubungan antara individu, masyarakat, dan kebudayaan.
Setiap individu menjalankan kegiatan dan menganut keyakinannya sesuai dengan warisan sosial atau kebudayaannya. Hal ini bukan semata-mata karena adanya sanksi tersebut, atau karena mereka merasa menemukan unsur-unsur motivasional dan emosional yang memuaskan dengan menekuni kegiatan-kegiatan dan keyakinan cultural tersebut.
Dalam rumusan ini , istilah warisan sosial disamakan dengan istilah kebudayaan. Lebih jauh, model tersebut menyatakan bahwa kebudayaan atau warisan sosial lebih adaptif baik secara sosial maupun individual, mudah dipelajari, mampu bertahan dalam waktu lama, normative dan mampu menimbulkan motivasi. Namun tinjauan empiris terhadapnya memunculkan definisi terbaru tentang kebudayaan seperti yang diberikan  EB Taylor,  “Kebudayaan adalah keseluruhan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adab, serta kemampuan dan kebisaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat”
Kebanyakan ilmuwan sosial membatasi definisi kebudayaan sehingga hanya mencakup aspek tertentu dari warisan sosial. Biasanya pengertian kebudayaan dibatasi pada warisan sosial yang bersifat mental atau non fisik. Sedangkan aspek fisik dan artefak sengaja disisihkan. Hanya saja definisi yang terlanjur berkembang adalah definisi sebelumnya dimana kebudayaan diartikan bukan sekedar istilah deskriptif bagi sekumpulan gagasan, tindakan dan obyek, melainkan juga merujuk pada entitas-entitas mentalyang menjadi pijakan tindakan dan munculnya obyek tertentu.
Consensus yang kini dianut oleh para ilmuwan sosial masih menyisihkan aspek emosional dan motivasional dari istilah kebudayaan, dan mereka tetap terfokus maknanya sebagai himpunan pengetahuan, pemahaman atau proposisi. Namun mereka mengakui bahwa, sebagian proposisikultural membangkitkan emosi dan motivasi yang kuat. Dalam kasus ini proposisi tersebut dikatakan telah terinternalisasi.

Sebagian ilmuwan sosial bahkan berusaha membatasi lagi pengertian istilah kebudayaan tersebut hingga hanya “mencakup bagian-bagian warisan sosial yang melibatkan representasi atas hal-hal yang dianggap penting, tidak termasuk norma-norma atau pengethauan procedural mengenai bagaimana sesuatu harus dikerjakan” (Schneider, 1968)Sementara itu ada pula yang membatasi pegertian kebudayaan sebagai makna-makna simbolik yang mengandung muatan representasi dan mengkomunikasikannya dengan peristiwa nyata. Geertz menggunakan makna ini secara eksklusif sehingga ia tidak saja mengesampingkan aspek-aspek afektif, motivasional, dan normative dari warisan sosial namun juga mempermasalahkan penerapan makna kebudayaan dalam individu. Menurutnya, “kebudayaan hanya berkaitan dengan makna-makna public yang terus berlaku meskipun berada diluar jangkauan pengetahuan individu ; contohnya mungkin adala lajabar yang dianggap selalu benar dan berlaku, meski sedikit saja orang yang menguasainya”. dari definisi kebudayaan itu mengandung argumen-argumen implisit tentang sebab-sebab atau asal mula warisan sosial. Misalnya saja ada kontroversi mengenai koheren atau tidaknya kebudayaan itu sehingga lebih lanjut kita dapat mempertanyakan sifat alamiahnya. Disisi lain para ilmuwan sosial memendang keragaman dan kontradiksi di seputar pengertian atau definisi kebudayaan itu sebagai sesuatu yang wajar. Meskipun hamper setiap elemen kebudayaan dapat ditemukan pada hubungan-hubungan natar elemen seperti yang ditunjukkan oleh Malinowski dalam Argonauts of the Western Pacifis (1922). Tidak banyak bukti yang mendukung dugaan akan adanya pola tunggal hubungan tersebut seperti yang dikemukakan oleh Ruth Benedict dalam bukunya Pattern of Culture (1934).

Berbagai persoalan yang melingkupi upaya intergrasi definisi-definisi kebudayaan terkait dengan masalah lain, yakni apakan kebudayaan itu merupakan suatu entitas padu atau tidak. Jika kebudayaan dipandang sebagai suatu kumpulan elemen yang tidak memebentuk kesatuan koheren, maka yang harus diperhitungkan  adalah fakta bahwa warisan sosial senantiasa melebur dalam suatu masyarakat. Sebaliknya jika kita menganggap kebudayaan itu sebagai suatu kesatuan koheren, maka kumpulan elemen-elemennya bisa dipisahkan dan dibedakan satu sama lain.

Kerancuan tersebut lebih jauh membangkitkan minat untuk menelaah koherensi dan integrasi kebudayaan, mengingat dalam kenyataannya pengetahuan anggota masyarakattentang kebudayaan mereka tidaklah sama. Hanya saja tidak ada metodeyang telah terbukti handal untuk mengukur sejauh mana koherensi dan integrasi sebuah kebudayaan. Bahkan muncul bukti-bukti yang menunjukkan bahwa elemen-elemen budaya cenderung dapat digolongkan menjadi dua bagian besar. Pertama adalah sejumlah kecil elemen yang hampir dipunyai oleh semua anggota masyarakat sehingga diantara mereka dapat tercipta suatu hubungan yang saling  pengertian. (misalnya lampu merah berarti tanda berhenti), sedangkan yang keduaadalah elemen-elemenkultural yang hanya diketahui oleh sebagian anggota masyarakat yang menyandang status sosial tertentu.(misalnya, pelanggaran ketentuan kontrak tidak bisa diterima)

Dibalik kerancuan definisi ini terdapat masalah-masalah penting lainnya yang juga harus dipecahkan. Keragaman definisi kebudayaan itu sendiri dapat dipahami sebagai giatnya upaya mengungkap hubungan kausalitas antara berbagai elemen warisan sosial. Sebagai contoh , dibalik pembatasan definisi kebudayaan pada aspek-aspek presentasional dari warisan sosial itu terletak hipotesis yang menyatakan bahwa norma-norma, reaksi emosional, motivasi dan sebagainya sangat ditentukan oleh kesepakatan awal tentang keberadaan, hakekat dan label atas sesuatu hal. Misalnya saja norma kebersamaan dan perasaan terikat dalam kekerabatan hanya akan tercipta jika ada system kategori yang membedakan kerabat dan non kerabat. Demikian pula definisi cultural kerabat sebagai ‘orang-orang yang memiliki hubungan darah’ mengisyaraktkan adanya kesamaan identitas yang memudahkan pembedaannya. Jika representasi cultural memang memiliki hubugan kausalitas dengan norma-norma, sentiment dan motif, maka pendefinisian kebudayaan sebagai representasi telah memusatkan perhatioan pada apa yang paling penting. Hanya saja keuntungan dari focus yang tajam itu dipunahkan oleh ketergantungan definisi itu terhadap asumsi-asumsi yang melandasinya, yang acap kali kelewat sederhana.
Komponen utama kebudayaan :
      -             Individu
      -             Masyarakat
      -             Alam
Dari catatan Supartono, 1992, terdapat 170 definisi kebudayaan. Catatan terakhir Rafael Raga Manan ada 300 buah, beberapa diantaranya :
      Ki Hajar Dewantara
Kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.
      Robert H Lowie
Kebudayaan adalah segala sesuatu yang diperoleh individu dari masyarakat, mencakup kepercayaan, adat istiadat, norma-norma artistic, kebiasaan makan, keahlian yang diperoleh bukan dari kreatifitasnya sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau yang didapat melalui pendidikan formal atau informal
      Keesing
Kebudayaan adalah totalitas pengetahuan manusia, pengalaman yang terakumulasi dan yang ditransmisikan secara sosial
      Koentjaraningrat
Kebudayaan berarti keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar beserta keseluruhan dari hasil budi pekertinya
      Rafael Raga Manan
Kebudayaan adalah cara khas manusia beradaptasi dengan lingkungannya, yakni cara manusia membangun alam guna memenuhi keinginan-keinginan serta tujuan hidupnya, yang dilihat sebagai proses humanisasi.
      Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi
Kebudayaan merupakan hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah.


2.1.2             Fungsi kebudayaan
Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Bermacam kekuatan yang harus dihadapi masyarakat dan anggota-anggotanya seperti kekuatan alam, maupun yang bersumber dari persaingan manusia itu sendiri untuk mempertahankan kehidupannya. Manusia dan masyarakat memerlukan pula kepuasan baik dibidang materiil maupun spiritual. Kebutuhan-kebutuhan tersebut diatas, untuk sebagian besar dipenuhi oelh kebudayaan yang bersumber dari masyarakat itu sendiri. Hasil karya masyarakat menghasikan teknologi atau kebudayaan kebendaan yang mempunyai kegunaan utama melindungi masyarakat terhadap lingkungan. Pada masyarakat yang taraf  kebudayaannya lebih tinggi, teknologi memungkinkan  untuk pemanfaatan hasil alam bahkan munghkin untuk menguasai alam. Di sisi lain karsa masyarakat mewujudkan norma dan nilai-nilai sosial yang sangat perlu untuk mengadakan tata tertib dalam pergaulan masyarakatnya.
Kebudayaan berguna bagi manusia untuk melindungi diriterhadap alam, mengatur hubungan antar manusia, dan sebagai wadah dari segenap perasaan manusia. Kebudayaan akan mendasari, mendukung, dan mengisi masyarakat dengan nilai-nilai hidup untuk dapat bertahan, menggerakkan serta membawa masyarakat kepada taraf hidup tertentu yaitu hidup yang lebih baik, manusiawi, dan berperi-kemanusiaan.


2.2  Jenis dan Ragam Kebudayaan di Masyarakat
Mohammad Yusuf Melatoa dalam Ensiklopedia Suku Bangsa Di Indonesia menyatakan Indonesia terdiri dari 500 etnis suku bangsa yang tinggal di lebih dari 17.000 pulau besar dan kecil. Mereka masing-masing memiliki kebudayaan yang berbeda dengan yang lainnya. Perbedaan itu dalam kita lihat dengan menelaah unsur-unsur kebudayaan seperti dibawah ini.
Unsur-unsur kebudayaan menurut C Kluckhohn dalam bukunya  Universal Categories of Culture meliputi Cultural universals yaitu :
a. Peralatan dan perlengkapan hidup ( pakaian, perumahan, alat-alat produksi, transportasi)
b.   Mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem produksi, distribusi )
c.   Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, perkawinan)
d.   Bahasa (lisan maupun tertulis)
e.   Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak dll)
f .  Sistem pengetahuan
g.   Religi (system kepercayaan)
Cultural universals tersebut dapat dijabarkan lagi kedalam unsure-unsur yang lebih kecil. Ralph Linton menyebutnya kegiatan-kegiatan kebudayaan atau cultural activity. Sebagao contoh cultural universals pencaharian hidup dan ekonomi antara lain mencakup kegiatan-kegiatan seperti pertanian, peternakan, system produksi, dll. Kesenian misalnya meliputi kegiatan seni tari, seni rupa dll. Selanjutnya Ralph Linton merinci kegiatan-kegiatan kebudayaan tersebut menjadi unsure-unsur yang lebih kecil lagi yang disebutnya trait-complex. Misalnya kegiatan pertanian menetap meliputi unsure-unsur irigasi, sistem pengolahan tanah dengan bajak, system hak milik atas tanah, dan sebagainya. Selanjutnya trait complex mengolah tanah dengan bajak akan dapat dipecah ke dalam unsure yang lebih kecil umpamanya hewan-hewan yang menarik bajak, teknik pengendalian bajak, dan sebagainya.
Akhirnya sebagai unsur kebudayaan yang terkecil membentuk trait adalah items. Bila diambil contoh alat bajak terdiri dari gabungan alat-alat yang lebih kecil yang dapat dilepaskan, tetapi pada hakekatnya merupakan satu kesatuan. Apabila salah satu bagian bajak tersebut dihilangkan, maka tak dapat menjalankan fungsinya sebagai bajak.
Ciri Kebudayaan 
      -             Bersifat menyeluruh
      -             Berkembang dalam ruang / bidang geografis tertentu
      -             Berpusat pada perwujudan nilai-nilai tertentu
Wujud kebudayaan
      -             Ide : tingkah laku dalam tata hidup
      -             Produk : sebagai ekspresi pribadi
      -             Sarana hidup
      -             Nilai dalam bentuk lahir
Sifat kebudayaan
      -             Beraneka ragam
      -             Diteruskan dan diajarkan
      -             Dapat dijabarkan :
– Biologi
– Psikologi
– Sosiologi : manusia sebagai pembentuk kebudayaan
      -             Berstruktur terbagi atas item-item
      -             Mempunyai nilai
      -             Statis dan dinamis
      -             Terbagi pada bidang dan aspek



BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Fungsi Akal Dan Budi Manusia Dalam Pengembangan Budaya
Akal adalah kemampuan pikir manusia sebagai kodrat alami yang dimiliki manusia. Berpikir adalah perbuatan operasional yang mendorong untuk aktif berbuat demi kepentingan dan peningkatan hidup manusia. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa fungsi akal adalah untuk berfikir. Kemampuan berfikir manusia mempunyai fungsi mengingat kembali apa yang telah diketahui sebagai tugas dasarnya untuk memecahkan masalah dan akhirnya membentuk tingkah laku.

Budi adalah akal yang merupakan unsur rohani dalam kebudayaan. Budi diartikan sebagai batin manusia, panduan akal dan perasaan yang dapat menimbang baik buruk segala sesuatu.
Jadi jelas bahwa fungsi akal dan budi manusia adalah menunjukkan martabat manusia dan kemanusiaan sebagai pemegang amanah makhluk tertinggi di alam raya ini.
Kegiatan-kegiatan yang dipelajari itu merupakan salah satu bagian dari kebudayaan masyarakat secara keseluruhan. Didalamnya juga termasuk artefak dan berbagai kontruksi proporsi kompleks yang terekspresikan dalam system symbol yang kemudian terhimpun dalam bahasa. Melalui symbol-simbol itulah tercipta keragaman entitas yang sangat kaya yang kemudian disebut sebagai obyek konstruksi cultural sepoerti uang, system kenegaran, pernikahan, permainan, hukum, dan sebagainya, yang keberadaannya sangat ditentukan oleh kepatuhan terhadap system aturan yang membentuknya. System gagasan dan simbolik warisan sosial itu sangatlah penting karena kegiatan-kegiatan adaptif manusia sedemikian kompleks dan beragam sehingga mereka tidak bisa mempelajari semuanya sendiri sejak awal. Serta manusia juga memiliki kemampuan daya sebagai berikut :
             Akal, intelegensia dan intuisi
Dengan kadar intelegensia yang dimiliki manusia mampu belajar sehingga menjadi cerdas, memiliki pengetahuan dan mampu menciptakan teknologi. Intuisi menurut Supartono sering setengah disadari, tanpa diikuti proses berfikir cermat, namun bisa menuntun pada suatu keyakinan.
            Perasaan dan emosi
Perasaan adalah kemampuan psikis yang dimiliki seseorang, baik yang berasal dari rangsangan di dalam atau diluar dirinya. Emosi adalah rasa hati, sering berbentuk perasaan yang kuat, yang dapat menguasai seseorang, tetapi tidak berlangsung lama
            Kemauan
Kemauan adalah keinginan, kehendak untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Kemauan dalam arti positif adalah dorongan kehendak yang terarah pada tujuan hidup yang dikendalikan oleh akal budi.
            Fantasi
Fantasi adalah paduan unsur pemikiran dan perasaan yang ada pada manusia untuk menciptakan kreasi baru yang dapat dinikmati.
           Perilaku
Perilaku adalah tabiat atau kelakuan, merupakan jati diri seseorang yang berasal dari lahir sebagai factor keturunan yang kemudian diwarnai oleh factor lingkungannya.
Ada hubungan dialektika antara manusia dan kebudayaan. Kebudayaan adalah produk manusia, namun manusia sendiri adalah produk kebudayaan. Peter L Berger menyebutnya sebagai dialektika fundamental yang terdiri dari tiga tahap yaitu :
      a.   Tahap eksternalisasi, yaitu proses pencurahan diri manusia secara terus menerus kedalam dunia melalui aktifitas fisik dan mental
      b.   Tahap obyektifitas, yaitu tahap aktifitas manusia menghasilkan realita obyektif, yang berada diluar diri manusia
      c.  Tahap internalisasi, yaitu tahap dimana realitas obyektif hasil ciptaan manusia dicerap oleh    manusia kembali.
Manusia sebagai makhluk budaya adalah pencipta kebudayaan. Kebudayaan adalah ekspresi eksistensi manusia didunia.


3.2 Memperlakukan manusia melalui pemahaman terhadap konsep budaya dasar
Berbagai cara untuk memanusiakan manusia :
           Keadilan
Keadilan adalah salah satu moral dasar bagi kehidupan manusia. Keadilan mengacui pada suatu tindakan baik yang mesti dilakukan oleh setiap manusia.
           Penderitaan
Penderitaan adalah teman paling setia kemanusiaan. Ini melengkapi cirri paradoksal yang menandai eksistensi manusia didunia.
           Cintakasih
Cintakasih adalah perasaan suka kepada seseorang yang disertai belas kasihan. Cinta merupakan sikap dasar ideal yang memungkinkan dimensi sosial manusi menemukan bentuknya yang khas manusiawi
           Tanggungjawab
Tanggungjawab adalah kwajiban melakukan tugas tertentu yang dasarnya adalah hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk yang mau menjadi baik dan memperoleh kebahagiaan.
           Pengabdian
Pengabdian diartikan sebagai perihal memperhamba diri kepada tugas-tugas yang dianggap mulia
           Pandangan hidup
Pandangan hidup berkenaan dengan eksistensi manusia didunia dalam hubungannya dengan Tuhan, dengan sesame dan dengan alam tempat kita berdiam.
           Keindahan
Eksistensi manusia didunia diliputi dan digairahkan oleh keindahan. Manusia tidak hanya penerima pasif tetapi juga pencipta keindahan bagi kehidupan.
           Kegelisahan
Kegelisahan merupakan gambaran keadaan seseorang yang tidak tenteram hati maupun perbuatannya, merasa khawatir tidak tenang dalam tingkah laku, dan merupakan salah satu ekspresi kecemasan.



3.3  Proses dan Perubahan Kebudayaan
Proses pembudayaan adalah tindakan yang menimbulkan dan menjadikan sesuatu lebih bermakna untuk kemanusiaan. Proses tersebut diantaranya :
      a.      Internalisasi
            Merupakan proses pencerapan realitas obyektif dalam kehidupan manusia.
     b.      Sosialisasi             
                  Proses interaksi terus menerus yang memungkinkan manusia memperoleh identitas diri serta ketrampilan-ketrampiulan sosial. Dalam keseharian sosialisasi bisa dikatakan sebagai proses menjelaskan sesuatu kepada anggota masyarakat agar mengetahui adanya suatu konsep, kebijakan, suatu peraturan yang menyangkut hak dan kwajiban mereka.
     c.       Enkulturasi
           Enkulturasi adalah pencemplungan seseorang kedalam suatu lingkungan kebudayaan, dimana desain khusus untuk kehidupan kelihatan sebagai sesuatu yang alamiah belaka.
     d.      Difusi
                    Meleburnya suatu kebudayaan dengan kebudayaan lain sehingga menjadi satu kebudayaan.
     e.       Akulturasi
             Akulturasi adalah percampuran dua atau lebih kebudayaan yang dalam percampuran itu masing-masing unsurnya masih kelihatan.
      f.      Asimilasi
Asimilasi adalah proses peleburan dari kebudayaan satu ke kebudayaan lain.

Perubahan sosial dan kebudayaan  merupakan segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suataau masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola-pola perilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat.

Setiap masyarakat selama hidupnya pasti mengalami perubahan, perubahan bagi masyarakat yang bersangkutan maupun bagi orang luar yang menelaahnya, dapat berupa perubahan-perubahan yang tidak menarik dalam arti kurang mencolok. Ada pula perubahan-perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun luas, serta ada pula perubahan-perubahan yang lambat sekali, akan tetapi ada juga yang cepat.
Perubahan-perubahan dalam masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, pola-pola perilaku, organisasi, susunan, lembaga-lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan seterusnya. Dengan diakuinya dinamika sebagai inti jiwa masyarakat, maka banyak sarjana sosiologi modern yang mencurahkan perhatiannya pada masalah-masalah perubahan sosial dan kebudayaan dalam masyarakat. Masalah tersebut menjadi lebih penting dalam hubungannya dengan pembangunan ekonomi yang diusahakan oleh banyak masyarakat dari Negara yang kemerdekaan politiknya setelah perang dunia kedua.
Faktor-faktor penyebab perubahan sosial dan kebudayaan
a. faktor intern
¯  Bertambah atau berkurangnya penduduk
¯  Penemuan-penemuan baru (inovation – discoveri [gagasan] – invention [diterapkan dalam                         masyarakat])
¯  Pertentangan-pertentangan dalam masyarakat (konflik)
¯  Pemberontakan / revolusi
b. faktor ekstern
¯  Perubahan lingkungan fisik manusia ( bencana alam )
¯  Pengaruh kebudayaan masyarakat lain
¯  Peperangan

Faktor-faktor yang mempengaruhi jalannya proses perubahan sosial :
v   Faktor-faktor yang mendorong :
      1.             Kontak dengan kebudayaan lain
      2.             Sistem pendidikan yang maju
      3.             Sikap menghargai hasil karya orang lain dan keinginan untuk maju
      4.             Toleransi terhadap perbuatan menyimpang
      5.             Sistem lapisan masyarakat yang terbuka
      6.             Penduduk yang heterogen
      7.             Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu
      8.             Orientasi ke depan
      9.             Nilai meningkatkan taraf hidup
v   Faktor-faktor yang menghambat :
      1.             Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain
      2.             Perkembangan ilmu pengetahuan yang lambat
      3.             Sikap masyarakat yang tradisional
      4.             Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat (vested Interest)
      5.             Rasa takut terjadinya kegoyahan dalam integrasi kebudayaan
      6.             Prasangka terhadap hal baru
      7.             Hambatan ideologis
      8.             Kebiasaan
      9.             Sikap pasrah


3.4  Problematika sosial kebudayaan
Buku Stephen R Covey berjudul The 8th Habit: From Effectiveness to Greatness setidaknya menjadi pemicu diskusi tentang budaya unggul akhir-akhir ini. Para cerdik cendekia pun ribut mencari apa yang sebenarnya unggul dalam diri kita dan apa memang ada keunggulan itu. Tidak main-main, bahkan Bapak Presiden merasa perlu menyampaikan kepada rakyatnya untuk melahirkan budaya unggul dalam bangsa ini.
Dalam maksud yang sederhana, budaya unggul akan bisa memulihkan harga diri dan martabat bangsa ini menjadi bangsa yang tidak mudah dilecehkan dan diharapkan mampu mengatasi krisis berkepanjangan dan seterusnya. Jika budaya unggul bisa didiskusikan bersama seiring dengan manusia unggul, setidaknya apa yang dinyatakan oleh Covey sebagai manusia dengan predikat greatness membawa ingatan kita pada apa yang oleh filosof Jerman, Friedrich Wilhelm Nietzsche (1844-1900), dinyatakan sebagai uebermensch yang dalam bahasa Inggris sering diterjemahkan sebagai superman. Kebudayaan merupakan identitas dari manusia.
Untuk melahirkan budaya unggul, terlebih dahulu manusia harus bisa menjawab tantangan yang ada dalam dirinya sendiri. Manusia unggul tidak lahir dari situasi statis, melainkan dari proses dinamis. Tidak saja dalam pengertian bagaimana upaya menemukan talenta terbaik dalam diri seseorang, melainkan upaya untuk terus-menerus menjadi manusia yang lebih (over).
Dalam pengertian ini, Ignas Kleden (2004) menyatakan bahwa manusia hanya akan berhasil menjadi manusia melalui proses ueberwindung atau overcoming (dalam bahasa Inggris). Anjuran untuk berproses menjadi manusia unggul sudah dinyatakan dengan amat jelas dalam Also Sprach Zarathustra. Jelas sekali ketika Nietzsche menulis bahwa pertanyaan pertama dan satu-satunya yang dianjurkan oleh Zarathustra adalah Wie Wird der Mensch ueberwubden (bagaimana caranya manusia mengatasi manusia).
Pengertiannya, untuk lahir sebagai superman, manusia harus terus-menerus mengatasi dirinya sebagai manusia. Untuk menjadi manusia unggul, manusia harus bisa meningkatkan dirinya dari sekadar manusiawi (humanus) menjadi lebih manusiawi (humanior). Manusia unggul keluar dari proses dinamis dan penuh tantangan, manusia yang bisa menggunakan kehendak dan kuasanya untuk mengatasi rasa lemahnya. Nietzsche adalah filsuf yang begitu yakin bahwa manusia harus berdiri di atas sifat-sifat konkretnya.
Manusia bukanlah suatu konsep abstrak sebagaimana dipahami oleh kaum idealis atau juga kaum materialis. Keduanya sering melahirkan pandangan-pandangan dunia yang bersifat statis. Padahal, hidup dan kehidupan itu sendiri merupakan sesuatu yang dinamis dan bergerak terus-menerus. Bukankah Nietzsche sendiri menyatakan, man is something that is to be surpassed (Manusia adalah sesuatu yang harus dilampaui). Atau dengan yakin ia menyatakan, what is great in man is that he is a bridge and not a goal; what is lovable in man is that he is an over- going and down-going ( Apa yang agung dalam diri manusia adalah bahwa dia adalah jembatan dan bukan tujuan; apa yang patut dicinta dalam diri manusia adalah bahwa dia adalah perjalanan naik dan turun ).
Melahirkan manusia unggul jangan disalahpahami hanya dengan pengertian meloloskan siswa-siswa berprestasi yang mampu merengkuh juara olimpiade fisika, matematika, atau kimia. Menjadi manusia unggul biasa dialami oleh siapa saja yang mampu mengatasi kediriannya menuju kedirian yang lebih. Sifat serakah dan senang korupsi adalah manusiawi dan bahkan menjadi bagian tak terpisah dari manusia. Untuk lahir menjadi manusia unggul, seseorang harus bergerak untuk memperbarui kemanusiawiannya menjadi lebih manusiawi dengan menjelma menjadi manusia yang tidak serakah dan senang korupsi.
Seorang pejabat akan bernilai lebih jika setiap saat dia berhasil mengawasi dan menekan nafsu korupsinya. Dalam mengarungi bahtera kehidupan yang nyata itulah manusia diberi kuasa untuk memikul tanggung jawab atas dirinya sendiri. Dia harus menciptakan nilai-nilai untuk dirinya sendiri pada saat perjalanan kehidupan tersebut.
Di sini dapat dipahami mengapa Nietzsche amat membenci pada mereka yang mudah menyerahkan diri pada skema nilai-nilai yang diciptakan di luar dirinya sendiri. Nietzsche menyebut mereka sebagai “manusia bermoral gerombolan” atau “bermoral budak”. Mereka adalah para pengecut yang hanya bisa berlindung di balik nilai-nilai yang menjerat kedigdayaannya.
“The ignorant, to be sure, the people-they are like a river on which a boat floateth along; and in the boat sit the estimates of value, solemn and disguised”. Mereka seperti sebuah sungai yang di atasnya mengambang sebuah perahu; dan di dalam perahu itu duduk nilai yang dihargai, penuh kemeriahan dan samaran.
Manusia unggul, jika mau merujuk pada Nietzsche, bisa lahir dan dilahirkan dari manusia yang tak lagi menggantungkan diri segala tekanan dari luar. Dengan tidak memperpanjang segala kontroversi pendapat Nietzsche, budaya unggul dalam perspektif ini bisa dijadikan rujukan untuk mengembalikan jati diri dan martabat kebangsaan yang hancur di tengah keserakahan modal, penguasa, utang luar negeri, bahkan terorisme.

Komodifikasi kebudayaan
Ada kesan bahwa kebudayaan semakin mejadi komoditas. Kebudayaan seakan-akan diapropriasi oleh elite politik, elite intelektual, elite birokrat, elite system pendidikan atau elite budaya sendiri. Apropriasi itu berlangsung atas dua jalur. Pertama, terungkap dalam pembicaraan tentang kebudayaan masyarakat yang dikatakan tidak cocok untuk pembangunan. Menurut jalur ini budaya masyarakat perlu direkayasa supaya sesuai dengan pembangunan. Yang merekayasa adalah elite yang berbeda dari masyarakat yang menganggap dirinya sudah mempunyai budaya yang sesuai dengan pembangunan. Jalur itu juga melegitimasi penundaan proses demokratisasi : selama masyarakat masih memiliki mentalitas yang tidak cocok dengan pembangunan, ia belum dapat ikut dalam proses penentuan arah perjalanan bangsa Indonesia.
Kedua, berkebalikan dengan yang pertama, yaitu jalur keprihatinan terhadap budaya bangsa. Dia mendapat ekspresi dalam dua sub lagu yang bersama menghasilkan paduan suara atau duet harmoniselite yang prihatin. Sub lagu yang pertama disebut lagu museum ; unsure-unsur positif warisan budaya bangsa perlu dilestarikan. Disini termasuk pakaian nasional, tari-tarian, sopan santun ketimuran, kekeluargaan, gotong royong dan lain-lain. Dengan menetapkan apa yang termasuk budaya bangsa, elite menetapkan kelakuan masyarakat yang mana sesuai dan yang mana tidak sesuai.
Sub-lagu yang kedua mau melindungi budaya nasional terhadap pengeruh buruk dari luar. Elite yang menganggap diri berwenang untuk menetapkan sikap-sikap mana yang tidak sesuai dengan budaya bangsa. Disini kita mendengarkan bahwa bangsa Indonesia tidak mengenal oposisi, bahwa masyarakat kita bermusyawarah daripada memperjuangkan hak-haknya, tidak bersikap konfrontatif, bahwa bertindak berdasarkan keyakinan sendiri adalah individualisme, dan oleh karena itu asing.
Hal-hal diatas secara tegas menyatakan bahwa demi budaya bangsa elitelah yang sebaiknya menentukan arah pembangunan.
Tantangan Kebudayaan
Masyarakat kita yang berbudaya akan beruntung apabila mengenal dan akrab dengan beberapa kebudayaan barat. Sama dengan orang barat yang mengenal dan mencintai kebudayaan-kebudayaan Timur. Pertemuan dengan kebudayaan lain selalu memperkaya kita sendiri. Mengagumi karya karya seni Italia, atau menelusuri filsafat Perancis bagi orang timur pasti sangat rewarding. Yang pasti menarik, pelancongan ke dalam kebudayaan lain tidak cenderung memiskinkan persepsi tentang kebudayaan sendiri, melainkan memperkaya.
Kebudayaan yang sungguh-sungguh mengancam kita adalah kebudayaan modern tiruan. Dia mengancam karena tidak sejati, tidak substansial, semu, dan ersatz. Kebudayaan itu membuat kita menjadi manusia plastic, manusia tanpa kepribadian, manusia terasing, manusia kosong, manusia latah.
Kebudayaan tiruan itu mempunyai daya tarik luarbiasa sehingga mampu menyedot pandangan kita tentang nilai, dasar harga diri, dan status. Ia menawarkan kemewahan, kepenuhan hidup, kemantapan diri, asal kita mau berpikir sendiri, dan berhenti membuat penilaian sendiri. Kebudayaan yang dikatakan modern itu membuat kita lepas dari kebudayaan tradisional kita sendiri, dan sekaligus tidak menyentuh kebudayaan teknologis modern yang sesungguhnya. Akhirnya kita hanya seolah-olah menjadi manusia modern.


BAB IV
PENUTUP


4.1 Kesimpulan
Kebudayaan adalah salah satu istilah teoritis dalam ilmu-ilmu sosial. Secara umum, kebudayaan diartikan sebagai kumpulan pengetahuan yang secara sosial diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Dari pembahasan diatas kami dapat simpulkan bahwa manusia berhubungan erat dengan kebudayaan yang ada pada lingkungan sekitarnya. Karena kebudayaan tersebut merupakan cara beradaptasi untuk mengatur hubungan antar manusia sebagai wadah masyarakat menuju taraf hidup tertentu.
Kebudayaan berpengaruh dalam membentuk pribadi seseorang sehingga mengharuskan manusia untuk mengikuti norma-norma yang ada pada budaya tersebut.
Dengan demikian, budaya patokan cara hidup manusia di tempat dia berada. Selain itu dalam kebudayaan mengajarkan tentang keimanan

4.2 Saran
Kita sebagai mahluk berbudaya semestinya melestarikan budaya yang kita punya, jangan sampai budaya yang kita punya tidak kita lestarikan dan sampai punah. Karena siapa lagi jika bukan kita penerus bangsa yang melestarikan?
Kita lestarikan baik-baik budaya yang telah kita punya agar tidak diakui oleh bangsa lain.

DAFTAR PUSTAKA

Geertz, C. 1973. The Interpretation of Culture. New York.
Andrade, R. 2000. Culture dalam Jessica Kuper, & Adam Kuper, Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial
Soemardjan, Solo, dkk. 1964. Setagkai Bunga Sosiologi. Jakarta: Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
C Kluckhohn. 1990. Sosiologi suatu pengantar. Rajawali Pers