Kata Pengantar
Puji dan
syukur atas ke hadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah Nya saya bisa
menyelesaikan makalah yang berjudul “Manusia Sebagai Makhluk Berbudaya”.
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial Dasar.
Saya mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat positif sangat saya butuhkan untuk
menyempurnakan makalah ini.
Semoga makalah
ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk mengembangkan
wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Jakarta, 5 November 2015
Penyusun,
Dimas Ari Pratama
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
1.2
Rumusan
Masalah
1.3
Tujuan dan
Manfaat
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Kebudayaan
2.1.1
Pengertian Kebudayaan
2.1.2 Fungsi
Kebudayaan
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Jenis dan Ragam Kebudayaan di Masyarakat
3.2 Memperlakukan Manusia Melalui Pemahaman Terhadap Konsep Budaya Dasar
3.3 Proses dan Perubahan Kebudayaan
3.4 Problematika Sosial Budaya
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
4.2 Saran
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pada hakekatnya manusia telah diberi anugrah oleh Allah SWT berupa akal dan
nafsu, akal dan nafsu inilah yang mendorong manusia untuk menciptakan sesuatu
yang dapat mewujudkan cita-cita atau penghargaannya. Dalam mewujudkan cita-cita
tersebut manusia telah menciptakan sains, teknologi dan seni sebagai salah satu
sarana sehingga sejak saat itu kehidupan manusia mulai berubah. Selain itu
sains, teknologi, dan seni juga telah mempengaruhi peradapan manusia dalam
kehidupannya terutama dalam bidang budaya.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan seni diharapkan dapat memberikan pengaruh
yang positif terhadap bidang-bidang lain, khususnya budaya yang menjadi
kebanggaan bangsa Indonesia. Pemanfaatan kemajuan teknologi, dan seni secara
baik haruslah diterapkan, sehingga dapat menjaga kelestarian budaya bangsa.
Manusia tidak dapat lepas dari kebudayaan, disebabkan kebudayaan merupakan
cara beradaptasi manusia dengan lingkungannya yang merupakan warisan sosial.
Dan kebudayaan itu sendiri bagi manusia berguna untuk mengatur hubungan antar
manusia dan sebagai wadah masyarakat menuju taraf hidup tertentu yang lebih
baik, manusiawi, dan berperi kemanusiaan.
Serta budaya merupakan sebuah peninggalan kakek dan nenek moyang kita yang harus kita lestarikan dan dibudayakan hingga nanti turun temurun dari generasi ke generasi kita selanjutnya.
Serta budaya merupakan sebuah peninggalan kakek dan nenek moyang kita yang harus kita lestarikan dan dibudayakan hingga nanti turun temurun dari generasi ke generasi kita selanjutnya.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian dan fungsi kebudayaan ?
2. Bagaimana
jenis dan ragam kebudayaan di lingkungan masyarakat ?
3. Bagaimana fungsi akal
dan budi manusia dalam menanggapi pengembangan
kebudayaan ?
4. Bagaimana
memperlakukan manusia melalui pemahaman terhadap konsep dasar
budaya ?
5. Jelaskan proses dan
perubahan budaya !
1.3 Tujuan
dan manfaat
Dalam penulisan makalah ini adalah bertujuan untuk memberikan kemudahan
bagi setiap orang untuk memahami segala aspek tentang kebudayaan seperti halnya
: pengertian kebudayaan, fungsi kebudayaan, jenis dan ragam kebudayaan,
fungsi akal dan budi dalam pengembangan kebudayaan, proses dan perubahan kebudayaan,
serta problematika sosial budaya.
Kita sebagai subyek yang berperan utama mempunyai peranan yang sangat
penting dalam aspek sebagai pelaku budaya. Dengan kita menjaga kelestarian
budaya maka kita dapat melestarikan kebiasaan-kebiasaan yang membentuk pribadi
kita masing-masing. Budaya merupakan ciri khas dari suatu daerah yang
menggambarkan hubungan kebersamaan atau panutan di antara masyarakat setempat.
Dari banyak ragam budaya yang ada masing-masing memiliki arti atau
pengertian masing-masing dari budaya tersebut. Dan cara melakukannya juga
berbeda-beda, ini menunjukkan bahwa budaya merupakan cerminan dari diri
seseorang.
Banyak manfaat yang kita peroleh dari kita mengikuti budaya, namun bukan
budaya yang menyimpang. Melainkan, budaya yang sudah kita tekuni mulai dari
kita lahir yang sudah menjadi kebiasaan dalam masyarakat setempat. Kebersamaan,
gotong royong, kekeluargaan dan hubungan timbal balik lainnya.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kebudayaan
2.1.1 Pengertian
Kebudayaan
Kebudayaan adalah salah satu istilah teoritis dalam ilmu-ilmu sosial.
Secara umum, kebudayaan diartikan sebagai kumpulan pengetahuan yang secara
sosial diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Makna ini kontras
dengan pengertian kebudayaan sehari-hari yang hanya merujuk pada bagian
tertentu warisan sosial, yakni tradisi sopan santun dan kesenian. Istilah
kebudayaan ini berasal dari bahasa latin Cultura dari kata dasar colere yang
berarti berkembang atau tumbuh.
Dalam ilmu-ilmu sosial istilah kebudayaan sesungguhnya memiliki makna
bervariasi yang sebagian diantaranya bersumber dari keragaman model yang
mencoba menjelaskan hubungan antara individu, masyarakat, dan kebudayaan.
Setiap individu menjalankan kegiatan dan menganut keyakinannya sesuai dengan
warisan sosial atau kebudayaannya. Hal ini bukan semata-mata karena adanya
sanksi tersebut, atau karena mereka merasa menemukan unsur-unsur motivasional
dan emosional yang memuaskan dengan menekuni kegiatan-kegiatan dan keyakinan
cultural tersebut.
Dalam rumusan ini ,
istilah warisan sosial disamakan dengan istilah kebudayaan. Lebih jauh, model
tersebut menyatakan bahwa kebudayaan atau warisan sosial lebih adaptif baik
secara sosial maupun individual, mudah dipelajari, mampu bertahan dalam waktu
lama, normative dan mampu menimbulkan motivasi. Namun tinjauan empiris
terhadapnya memunculkan definisi terbaru tentang kebudayaan seperti yang
diberikan EB Taylor, “Kebudayaan adalah
keseluruhan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum,
adab, serta kemampuan dan kebisaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai
anggota masyarakat”
Kebanyakan ilmuwan sosial membatasi definisi kebudayaan sehingga hanya
mencakup aspek tertentu dari warisan sosial. Biasanya pengertian kebudayaan
dibatasi pada warisan sosial yang bersifat mental atau non fisik. Sedangkan
aspek fisik dan artefak sengaja disisihkan. Hanya saja definisi yang terlanjur
berkembang adalah definisi sebelumnya dimana kebudayaan diartikan bukan sekedar
istilah deskriptif bagi sekumpulan gagasan, tindakan dan obyek, melainkan juga
merujuk pada entitas-entitas mentalyang menjadi pijakan tindakan dan munculnya
obyek tertentu.
Consensus yang kini
dianut oleh para ilmuwan sosial masih menyisihkan aspek emosional dan
motivasional dari istilah kebudayaan, dan mereka tetap terfokus maknanya
sebagai himpunan pengetahuan, pemahaman atau proposisi. Namun mereka mengakui
bahwa, sebagian proposisikultural membangkitkan emosi dan motivasi yang kuat.
Dalam kasus ini proposisi tersebut dikatakan telah terinternalisasi.
Sebagian ilmuwan
sosial bahkan berusaha membatasi lagi pengertian istilah kebudayaan tersebut
hingga hanya “mencakup bagian-bagian warisan sosial yang melibatkan
representasi atas hal-hal yang dianggap penting, tidak termasuk norma-norma
atau pengethauan procedural mengenai bagaimana sesuatu harus dikerjakan”
(Schneider, 1968)Sementara itu ada pula yang membatasi pegertian kebudayaan
sebagai makna-makna simbolik yang mengandung muatan representasi dan
mengkomunikasikannya dengan peristiwa nyata. Geertz menggunakan
makna ini secara eksklusif sehingga ia tidak saja mengesampingkan aspek-aspek
afektif, motivasional, dan normative dari warisan sosial namun juga
mempermasalahkan penerapan makna kebudayaan dalam individu. Menurutnya,
“kebudayaan hanya berkaitan dengan makna-makna public yang terus berlaku
meskipun berada diluar jangkauan pengetahuan individu ; contohnya mungkin adala
lajabar yang dianggap selalu benar dan berlaku, meski sedikit saja orang yang
menguasainya”. dari definisi kebudayaan itu mengandung argumen-argumen implisit
tentang sebab-sebab atau asal mula warisan sosial. Misalnya saja ada
kontroversi mengenai koheren atau tidaknya kebudayaan itu sehingga lebih lanjut
kita dapat mempertanyakan sifat alamiahnya. Disisi lain para ilmuwan sosial
memendang keragaman dan kontradiksi di seputar pengertian atau definisi
kebudayaan itu sebagai sesuatu yang wajar. Meskipun hamper setiap elemen
kebudayaan dapat ditemukan pada hubungan-hubungan natar elemen seperti yang
ditunjukkan oleh Malinowski dalam Argonauts of the Western Pacifis (1922).
Tidak banyak bukti yang mendukung dugaan akan adanya pola tunggal hubungan
tersebut seperti yang dikemukakan oleh Ruth Benedict dalam bukunya Pattern of
Culture (1934).
Berbagai persoalan
yang melingkupi upaya intergrasi definisi-definisi kebudayaan terkait dengan
masalah lain, yakni apakan kebudayaan itu merupakan suatu entitas padu atau
tidak. Jika kebudayaan dipandang sebagai suatu kumpulan elemen yang tidak
memebentuk kesatuan koheren, maka yang harus diperhitungkan adalah fakta
bahwa warisan sosial senantiasa melebur dalam suatu masyarakat. Sebaliknya jika
kita menganggap kebudayaan itu sebagai suatu kesatuan koheren, maka kumpulan
elemen-elemennya bisa dipisahkan dan dibedakan satu sama lain.
Kerancuan tersebut
lebih jauh membangkitkan minat untuk menelaah koherensi dan integrasi
kebudayaan, mengingat dalam kenyataannya pengetahuan anggota masyarakattentang
kebudayaan mereka tidaklah sama. Hanya saja tidak ada metodeyang telah terbukti
handal untuk mengukur sejauh mana koherensi dan integrasi sebuah kebudayaan.
Bahkan muncul bukti-bukti yang menunjukkan bahwa elemen-elemen budaya cenderung
dapat digolongkan menjadi dua bagian besar. Pertama adalah
sejumlah kecil elemen yang hampir dipunyai oleh semua anggota masyarakat
sehingga diantara mereka dapat tercipta suatu hubungan yang saling
pengertian. (misalnya lampu merah berarti tanda berhenti), sedangkan yang keduaadalah elemen-elemenkultural yang hanya diketahui
oleh sebagian anggota masyarakat yang menyandang status sosial
tertentu.(misalnya, pelanggaran ketentuan kontrak tidak bisa diterima)
Dibalik kerancuan
definisi ini terdapat masalah-masalah penting lainnya yang juga harus
dipecahkan. Keragaman definisi kebudayaan itu sendiri dapat dipahami sebagai
giatnya upaya mengungkap hubungan kausalitas antara berbagai elemen warisan
sosial. Sebagai contoh , dibalik pembatasan definisi kebudayaan pada
aspek-aspek presentasional dari warisan sosial itu terletak hipotesis yang
menyatakan bahwa norma-norma, reaksi emosional, motivasi dan sebagainya sangat
ditentukan oleh kesepakatan awal tentang keberadaan, hakekat dan label atas
sesuatu hal. Misalnya saja norma kebersamaan dan perasaan terikat dalam
kekerabatan hanya akan tercipta jika ada system kategori yang membedakan
kerabat dan non kerabat. Demikian pula definisi cultural kerabat sebagai
‘orang-orang yang memiliki hubungan darah’ mengisyaraktkan adanya kesamaan
identitas yang memudahkan pembedaannya. Jika representasi cultural memang
memiliki hubugan kausalitas dengan norma-norma, sentiment dan motif, maka
pendefinisian kebudayaan sebagai representasi telah memusatkan perhatioan pada
apa yang paling penting. Hanya saja keuntungan dari focus yang tajam itu
dipunahkan oleh ketergantungan definisi itu terhadap asumsi-asumsi yang
melandasinya, yang acap kali kelewat sederhana.
Komponen utama kebudayaan :
-
Individu
-
Masyarakat
-
Alam
Dari catatan Supartono, 1992, terdapat 170
definisi kebudayaan. Catatan terakhir Rafael Raga Manan ada
300 buah, beberapa diantaranya :
Ki Hajar Dewantara
Kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia
terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan
hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup
dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya
bersifat tertib dan damai.
Robert H Lowie
Kebudayaan adalah segala sesuatu yang diperoleh individu dari masyarakat,
mencakup kepercayaan, adat istiadat, norma-norma artistic, kebiasaan makan,
keahlian yang diperoleh bukan dari kreatifitasnya sendiri melainkan merupakan
warisan masa lampau yang didapat melalui pendidikan formal atau informal
Keesing
Kebudayaan adalah totalitas pengetahuan manusia, pengalaman yang
terakumulasi dan yang ditransmisikan secara sosial
Koentjaraningrat
Kebudayaan berarti keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus
dibiasakan dengan belajar beserta keseluruhan dari hasil budi pekertinya
Rafael Raga Manan
Kebudayaan adalah cara khas manusia beradaptasi dengan lingkungannya, yakni
cara manusia membangun alam guna memenuhi keinginan-keinginan serta tujuan
hidupnya, yang dilihat sebagai proses humanisasi.
Selo Soemardjan dan Soelaeman
Soemardi
Kebudayaan merupakan hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya
masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan
jasmaniah.
2.1.2 Fungsi
kebudayaan
Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat.
Bermacam kekuatan yang harus dihadapi masyarakat dan anggota-anggotanya seperti
kekuatan alam, maupun yang bersumber dari persaingan manusia itu sendiri untuk mempertahankan
kehidupannya. Manusia dan masyarakat memerlukan pula kepuasan baik dibidang
materiil maupun spiritual. Kebutuhan-kebutuhan tersebut diatas, untuk sebagian
besar dipenuhi oelh kebudayaan yang bersumber dari masyarakat itu sendiri.
Hasil karya masyarakat menghasikan teknologi atau kebudayaan kebendaan yang
mempunyai kegunaan utama melindungi masyarakat terhadap lingkungan. Pada
masyarakat yang taraf kebudayaannya lebih tinggi, teknologi
memungkinkan untuk pemanfaatan hasil alam bahkan munghkin untuk menguasai
alam. Di sisi lain karsa masyarakat mewujudkan norma dan nilai-nilai sosial
yang sangat perlu untuk mengadakan tata tertib dalam pergaulan masyarakatnya.
Kebudayaan berguna bagi manusia untuk melindungi diriterhadap alam,
mengatur hubungan antar manusia, dan sebagai wadah dari segenap perasaan
manusia. Kebudayaan akan mendasari, mendukung, dan mengisi masyarakat dengan
nilai-nilai hidup untuk dapat bertahan, menggerakkan serta membawa masyarakat
kepada taraf hidup tertentu yaitu hidup yang lebih baik, manusiawi, dan
berperi-kemanusiaan.
2.2 Jenis dan Ragam Kebudayaan
di Masyarakat
Mohammad Yusuf Melatoa dalam Ensiklopedia Suku Bangsa Di Indonesia menyatakan
Indonesia terdiri dari 500 etnis suku bangsa yang tinggal di lebih dari 17.000
pulau besar dan kecil. Mereka masing-masing memiliki kebudayaan yang berbeda
dengan yang lainnya. Perbedaan itu dalam kita lihat dengan menelaah unsur-unsur
kebudayaan seperti dibawah ini.
Unsur-unsur kebudayaan
menurut C Kluckhohn dalam bukunya Universal Categories of Culture meliputi Cultural universals yaitu :
a. Peralatan dan perlengkapan hidup ( pakaian, perumahan, alat-alat
produksi, transportasi)
b. Mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi (pertanian,
peternakan, sistem produksi, distribusi )
c. Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi
politik, sistem hukum, perkawinan)
d. Bahasa (lisan maupun tertulis)
e. Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak dll)
f . Sistem pengetahuan
g. Religi (system kepercayaan)
Cultural universals tersebut
dapat dijabarkan lagi kedalam unsure-unsur yang lebih kecil. Ralph Linton
menyebutnya kegiatan-kegiatan kebudayaan atau cultural activity. Sebagao
contoh cultural universals pencaharian hidup dan ekonomi antara lain mencakup
kegiatan-kegiatan seperti pertanian, peternakan, system produksi, dll. Kesenian
misalnya meliputi kegiatan seni tari, seni rupa dll. Selanjutnya Ralph Linton
merinci kegiatan-kegiatan kebudayaan tersebut menjadi unsure-unsur yang lebih
kecil lagi yang disebutnya trait-complex. Misalnya
kegiatan pertanian menetap meliputi unsure-unsur irigasi, sistem pengolahan
tanah dengan bajak, system hak milik atas tanah, dan sebagainya.
Selanjutnya trait complex mengolah tanah
dengan bajak akan dapat dipecah ke dalam unsure yang lebih kecil umpamanya
hewan-hewan yang menarik bajak, teknik pengendalian bajak, dan sebagainya.
Akhirnya sebagai unsur
kebudayaan yang terkecil membentuk trait adalah items. Bila diambil contoh alat bajak terdiri dari
gabungan alat-alat yang lebih kecil yang dapat dilepaskan, tetapi pada
hakekatnya merupakan satu kesatuan. Apabila salah satu bagian bajak tersebut
dihilangkan, maka tak dapat menjalankan fungsinya sebagai bajak.
Ciri Kebudayaan
-
Bersifat menyeluruh
- Berkembang
dalam ruang / bidang geografis tertentu
-
Berpusat pada perwujudan nilai-nilai tertentu
Wujud kebudayaan
-
Ide : tingkah laku dalam tata hidup
-
Produk : sebagai ekspresi pribadi
-
Sarana hidup
-
Nilai dalam bentuk lahir
Sifat kebudayaan
-
Beraneka ragam
-
Diteruskan dan diajarkan
-
Dapat dijabarkan :
– Biologi
– Psikologi
– Sosiologi : manusia sebagai pembentuk kebudayaan
-
Berstruktur terbagi atas item-item
-
Mempunyai nilai
-
Statis dan dinamis
-
Terbagi pada bidang dan aspek
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Fungsi Akal Dan Budi Manusia Dalam
Pengembangan Budaya
Akal adalah kemampuan
pikir manusia sebagai kodrat alami yang dimiliki manusia. Berpikir adalah
perbuatan operasional yang mendorong untuk aktif berbuat demi kepentingan dan
peningkatan hidup manusia. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa fungsi akal
adalah untuk berfikir. Kemampuan berfikir manusia mempunyai fungsi mengingat
kembali apa yang telah diketahui sebagai tugas dasarnya untuk memecahkan
masalah dan akhirnya membentuk tingkah laku.
Budi adalah akal yang
merupakan unsur rohani dalam kebudayaan. Budi diartikan sebagai batin manusia,
panduan akal dan perasaan yang dapat menimbang baik buruk segala sesuatu.
Jadi jelas bahwa fungsi akal dan budi manusia adalah menunjukkan martabat
manusia dan kemanusiaan sebagai pemegang amanah makhluk tertinggi di alam raya
ini.
Kegiatan-kegiatan yang dipelajari itu merupakan salah satu bagian dari
kebudayaan masyarakat secara keseluruhan. Didalamnya juga termasuk artefak dan
berbagai kontruksi proporsi kompleks yang terekspresikan dalam system symbol
yang kemudian terhimpun dalam bahasa. Melalui symbol-simbol itulah tercipta
keragaman entitas yang sangat kaya yang kemudian disebut sebagai obyek
konstruksi cultural sepoerti uang, system kenegaran, pernikahan, permainan,
hukum, dan sebagainya, yang keberadaannya sangat ditentukan oleh kepatuhan
terhadap system aturan yang membentuknya. System gagasan dan simbolik warisan
sosial itu sangatlah penting karena kegiatan-kegiatan adaptif manusia
sedemikian kompleks dan beragam sehingga mereka tidak bisa mempelajari semuanya
sendiri sejak awal. Serta manusia juga memiliki kemampuan daya sebagai berikut
:
Akal, intelegensia dan intuisi
Dengan kadar intelegensia yang dimiliki manusia mampu belajar sehingga
menjadi cerdas, memiliki pengetahuan dan mampu menciptakan teknologi. Intuisi
menurut Supartono sering setengah disadari, tanpa diikuti proses berfikir
cermat, namun bisa menuntun pada suatu keyakinan.
Perasaan dan emosi
Perasaan adalah kemampuan psikis yang dimiliki seseorang, baik yang berasal
dari rangsangan di dalam atau diluar dirinya. Emosi adalah rasa hati, sering
berbentuk perasaan yang kuat, yang dapat menguasai seseorang, tetapi tidak
berlangsung lama
Kemauan
Kemauan adalah keinginan, kehendak untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu. Kemauan dalam arti positif adalah dorongan kehendak yang terarah pada
tujuan hidup yang dikendalikan oleh akal budi.
Fantasi
Fantasi adalah paduan unsur pemikiran dan perasaan yang ada pada manusia
untuk menciptakan kreasi baru yang dapat dinikmati.
Perilaku
Perilaku adalah tabiat atau kelakuan, merupakan jati diri seseorang yang
berasal dari lahir sebagai factor keturunan yang kemudian diwarnai oleh factor
lingkungannya.
Ada hubungan
dialektika antara manusia dan kebudayaan. Kebudayaan adalah produk manusia,
namun manusia sendiri adalah produk kebudayaan. Peter L
Berger menyebutnya sebagai dialektika fundamental yang terdiri
dari tiga tahap yaitu :
a. Tahap eksternalisasi, yaitu proses pencurahan diri
manusia secara terus menerus kedalam dunia melalui aktifitas fisik dan mental
b. Tahap obyektifitas, yaitu tahap aktifitas manusia
menghasilkan realita obyektif, yang berada diluar diri manusia
c. Tahap internalisasi, yaitu tahap dimana realitas
obyektif hasil ciptaan manusia dicerap oleh manusia kembali.
Manusia sebagai makhluk budaya adalah pencipta kebudayaan. Kebudayaan
adalah ekspresi eksistensi manusia didunia.
3.2 Memperlakukan manusia melalui
pemahaman terhadap konsep budaya dasar
Berbagai cara untuk memanusiakan manusia :
Keadilan
Keadilan adalah salah satu moral dasar bagi kehidupan manusia. Keadilan
mengacui pada suatu tindakan baik yang mesti dilakukan oleh setiap manusia.
Penderitaan
Penderitaan adalah teman paling setia kemanusiaan. Ini melengkapi cirri
paradoksal yang menandai eksistensi manusia didunia.
Cintakasih
Cintakasih adalah perasaan suka kepada seseorang yang disertai belas
kasihan. Cinta merupakan sikap dasar ideal yang memungkinkan dimensi sosial
manusi menemukan bentuknya yang khas manusiawi
Tanggungjawab
Tanggungjawab adalah kwajiban melakukan tugas tertentu yang dasarnya adalah
hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk yang mau menjadi baik dan memperoleh
kebahagiaan.
Pengabdian
Pengabdian diartikan sebagai perihal memperhamba diri kepada tugas-tugas
yang dianggap mulia
Pandangan
hidup
Pandangan hidup berkenaan dengan eksistensi manusia didunia dalam
hubungannya dengan Tuhan, dengan sesame dan dengan alam tempat kita berdiam.
Keindahan
Eksistensi manusia didunia diliputi dan digairahkan oleh keindahan. Manusia
tidak hanya penerima pasif tetapi juga pencipta keindahan bagi kehidupan.
Kegelisahan
Kegelisahan merupakan gambaran keadaan seseorang yang tidak tenteram hati
maupun perbuatannya, merasa khawatir tidak tenang dalam tingkah laku, dan
merupakan salah satu ekspresi kecemasan.
3.3 Proses dan Perubahan
Kebudayaan
Proses pembudayaan adalah tindakan yang menimbulkan dan menjadikan sesuatu lebih
bermakna untuk kemanusiaan. Proses tersebut diantaranya :
a. Internalisasi
Merupakan proses pencerapan realitas obyektif dalam kehidupan
manusia.
b. Sosialisasi
Proses interaksi terus menerus
yang memungkinkan manusia memperoleh identitas diri serta
ketrampilan-ketrampiulan sosial. Dalam keseharian sosialisasi bisa dikatakan
sebagai proses menjelaskan sesuatu kepada anggota masyarakat agar mengetahui
adanya suatu konsep, kebijakan, suatu peraturan yang menyangkut hak dan
kwajiban mereka.
c. Enkulturasi
Enkulturasi
adalah pencemplungan seseorang kedalam suatu lingkungan kebudayaan, dimana
desain khusus untuk kehidupan kelihatan sebagai sesuatu yang alamiah belaka.
d. Difusi
Meleburnya suatu kebudayaan dengan kebudayaan lain sehingga menjadi satu
kebudayaan.
e. Akulturasi
Akulturasi adalah percampuran dua atau lebih kebudayaan yang dalam percampuran
itu masing-masing unsurnya masih kelihatan.
f. Asimilasi
Asimilasi adalah proses peleburan dari kebudayaan satu ke kebudayaan lain.
Perubahan sosial dan
kebudayaan merupakan segala perubahan pada lembaga-lembaga
kemasyarakatan di dalam suataau masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya,
termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola-pola perilaku diantara
kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Setiap masyarakat selama hidupnya pasti mengalami perubahan, perubahan bagi
masyarakat yang bersangkutan maupun bagi orang luar yang menelaahnya, dapat
berupa perubahan-perubahan yang tidak menarik dalam arti kurang mencolok. Ada
pula perubahan-perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun luas, serta ada pula
perubahan-perubahan yang lambat sekali, akan tetapi ada juga yang cepat.
Perubahan-perubahan dalam masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial,
pola-pola perilaku, organisasi, susunan, lembaga-lembaga kemasyarakatan,
lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan
seterusnya. Dengan diakuinya dinamika sebagai inti jiwa masyarakat, maka banyak
sarjana sosiologi modern yang mencurahkan perhatiannya pada masalah-masalah
perubahan sosial dan kebudayaan dalam masyarakat. Masalah tersebut menjadi
lebih penting dalam hubungannya dengan pembangunan ekonomi yang diusahakan oleh
banyak masyarakat dari Negara yang kemerdekaan politiknya setelah perang dunia
kedua.
Faktor-faktor penyebab perubahan sosial
dan kebudayaan
a. faktor intern
¯ Bertambah atau berkurangnya penduduk
¯ Penemuan-penemuan baru (inovation – discoveri [gagasan] – invention
[diterapkan dalam masyarakat])
¯ Pertentangan-pertentangan dalam masyarakat (konflik)
¯ Pemberontakan / revolusi
b. faktor ekstern
¯ Perubahan lingkungan fisik manusia ( bencana alam )
¯ Pengaruh kebudayaan masyarakat lain
¯ Peperangan
Faktor-faktor yang mempengaruhi jalannya
proses perubahan sosial :
v Faktor-faktor yang mendorong :
1.
Kontak dengan kebudayaan lain
2.
Sistem pendidikan yang maju
3.
Sikap menghargai hasil karya orang lain dan keinginan untuk maju
4.
Toleransi terhadap perbuatan menyimpang
5.
Sistem lapisan masyarakat yang terbuka
6.
Penduduk yang heterogen
7.
Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu
8.
Orientasi ke depan
9.
Nilai meningkatkan taraf hidup
v Faktor-faktor yang menghambat :
1.
Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain
2.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang lambat
3.
Sikap masyarakat yang tradisional
4. Adanya
kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat (vested Interest)
5. Rasa
takut terjadinya kegoyahan dalam integrasi kebudayaan
6. Prasangka
terhadap hal baru
7. Hambatan
ideologis
8.
Kebiasaan
9.
Sikap pasrah
3.4 Problematika sosial
kebudayaan
Buku Stephen R Covey berjudul The 8th Habit: From Effectiveness to
Greatness setidaknya menjadi pemicu diskusi tentang budaya unggul akhir-akhir
ini. Para cerdik cendekia pun ribut mencari apa yang sebenarnya unggul dalam
diri kita dan apa memang ada keunggulan itu. Tidak main-main, bahkan Bapak
Presiden merasa perlu menyampaikan kepada rakyatnya untuk melahirkan budaya
unggul dalam bangsa ini.
Dalam maksud yang sederhana, budaya unggul akan bisa memulihkan harga diri
dan martabat bangsa ini menjadi bangsa yang tidak mudah dilecehkan dan
diharapkan mampu mengatasi krisis berkepanjangan dan seterusnya. Jika budaya
unggul bisa didiskusikan bersama seiring dengan manusia unggul, setidaknya apa
yang dinyatakan oleh Covey sebagai manusia dengan predikat greatness membawa
ingatan kita pada apa yang oleh filosof Jerman, Friedrich Wilhelm Nietzsche
(1844-1900), dinyatakan sebagai uebermensch yang dalam bahasa Inggris sering
diterjemahkan sebagai superman. Kebudayaan merupakan identitas dari manusia.
Untuk melahirkan budaya unggul, terlebih dahulu manusia harus bisa menjawab
tantangan yang ada dalam dirinya sendiri. Manusia unggul tidak lahir dari
situasi statis, melainkan dari proses dinamis. Tidak saja dalam pengertian
bagaimana upaya menemukan talenta terbaik dalam diri seseorang, melainkan upaya
untuk terus-menerus menjadi manusia yang lebih (over).
Dalam pengertian ini, Ignas Kleden (2004) menyatakan bahwa manusia hanya
akan berhasil menjadi manusia melalui proses ueberwindung atau overcoming
(dalam bahasa Inggris). Anjuran untuk berproses menjadi manusia unggul sudah
dinyatakan dengan amat jelas dalam Also Sprach Zarathustra. Jelas sekali ketika
Nietzsche menulis bahwa pertanyaan pertama dan satu-satunya yang dianjurkan
oleh Zarathustra adalah Wie Wird der Mensch ueberwubden (bagaimana caranya
manusia mengatasi manusia).
Pengertiannya, untuk lahir sebagai superman, manusia harus terus-menerus
mengatasi dirinya sebagai manusia. Untuk menjadi manusia unggul, manusia harus
bisa meningkatkan dirinya dari sekadar manusiawi (humanus) menjadi lebih
manusiawi (humanior). Manusia unggul keluar dari proses dinamis dan penuh
tantangan, manusia yang bisa menggunakan kehendak dan kuasanya untuk mengatasi
rasa lemahnya. Nietzsche adalah filsuf yang begitu yakin bahwa manusia harus
berdiri di atas sifat-sifat konkretnya.
Manusia bukanlah suatu konsep abstrak sebagaimana dipahami oleh kaum
idealis atau juga kaum materialis. Keduanya sering melahirkan
pandangan-pandangan dunia yang bersifat statis. Padahal, hidup dan kehidupan
itu sendiri merupakan sesuatu yang dinamis dan bergerak terus-menerus. Bukankah
Nietzsche sendiri menyatakan, man is something that is to be surpassed (Manusia
adalah sesuatu yang harus dilampaui). Atau dengan yakin ia menyatakan, what is
great in man is that he is a bridge and not a goal; what is lovable in man is
that he is an over- going and down-going ( Apa yang agung dalam diri manusia
adalah bahwa dia adalah jembatan dan bukan tujuan; apa yang patut dicinta dalam
diri manusia adalah bahwa dia adalah perjalanan naik dan turun ).
Melahirkan manusia unggul jangan disalahpahami hanya dengan pengertian meloloskan
siswa-siswa berprestasi yang mampu merengkuh juara olimpiade fisika,
matematika, atau kimia. Menjadi manusia unggul biasa dialami oleh siapa saja
yang mampu mengatasi kediriannya menuju kedirian yang lebih. Sifat serakah dan
senang korupsi adalah manusiawi dan bahkan menjadi bagian tak terpisah dari
manusia. Untuk lahir menjadi manusia unggul, seseorang harus bergerak untuk
memperbarui kemanusiawiannya menjadi lebih manusiawi dengan menjelma menjadi
manusia yang tidak serakah dan senang korupsi.
Seorang pejabat akan bernilai lebih jika setiap saat dia berhasil mengawasi
dan menekan nafsu korupsinya. Dalam mengarungi bahtera kehidupan yang nyata
itulah manusia diberi kuasa untuk memikul tanggung jawab atas dirinya sendiri.
Dia harus menciptakan nilai-nilai untuk dirinya sendiri pada saat perjalanan
kehidupan tersebut.
Di sini dapat dipahami mengapa Nietzsche amat membenci pada mereka yang
mudah menyerahkan diri pada skema nilai-nilai yang diciptakan di luar dirinya
sendiri. Nietzsche menyebut mereka sebagai “manusia bermoral gerombolan” atau
“bermoral budak”. Mereka adalah para pengecut yang hanya bisa berlindung di
balik nilai-nilai yang menjerat kedigdayaannya.
“The ignorant, to be sure, the people-they are like a river on which a boat
floateth along; and in the boat sit the estimates of value, solemn and
disguised”. Mereka seperti sebuah sungai yang di atasnya mengambang sebuah
perahu; dan di dalam perahu itu duduk nilai yang dihargai, penuh kemeriahan dan
samaran.
Manusia unggul, jika mau merujuk pada Nietzsche, bisa lahir dan dilahirkan
dari manusia yang tak lagi menggantungkan diri segala tekanan dari luar. Dengan
tidak memperpanjang segala kontroversi pendapat Nietzsche, budaya unggul dalam
perspektif ini bisa dijadikan rujukan untuk mengembalikan jati diri dan
martabat kebangsaan yang hancur di tengah keserakahan modal, penguasa, utang
luar negeri, bahkan terorisme.
Komodifikasi kebudayaan
Ada kesan bahwa
kebudayaan semakin mejadi komoditas. Kebudayaan seakan-akan diapropriasi oleh
elite politik, elite intelektual, elite birokrat, elite system pendidikan atau
elite budaya sendiri. Apropriasi itu berlangsung atas dua jalur. Pertama, terungkap dalam pembicaraan tentang kebudayaan
masyarakat yang dikatakan tidak cocok untuk pembangunan. Menurut jalur ini
budaya masyarakat perlu direkayasa supaya sesuai dengan pembangunan. Yang
merekayasa adalah elite yang berbeda dari masyarakat yang menganggap dirinya
sudah mempunyai budaya yang sesuai dengan pembangunan. Jalur itu juga
melegitimasi penundaan proses demokratisasi : selama masyarakat masih memiliki
mentalitas yang tidak cocok dengan pembangunan, ia belum dapat ikut dalam
proses penentuan arah perjalanan bangsa Indonesia.
Kedua, berkebalikan dengan
yang pertama, yaitu jalur keprihatinan terhadap budaya bangsa. Dia mendapat
ekspresi dalam dua sub lagu yang bersama menghasilkan paduan suara atau duet harmoniselite yang prihatin. Sub lagu yang pertama disebut lagu museum ;
unsure-unsur positif warisan budaya bangsa perlu dilestarikan. Disini termasuk
pakaian nasional, tari-tarian, sopan santun ketimuran, kekeluargaan, gotong
royong dan lain-lain. Dengan menetapkan apa yang termasuk budaya bangsa, elite
menetapkan kelakuan masyarakat yang mana sesuai dan yang mana tidak sesuai.
Sub-lagu yang kedua mau melindungi
budaya nasional terhadap pengeruh buruk dari luar. Elite yang menganggap diri
berwenang untuk menetapkan sikap-sikap mana yang tidak sesuai dengan budaya
bangsa. Disini kita mendengarkan bahwa bangsa Indonesia tidak mengenal oposisi,
bahwa masyarakat kita bermusyawarah daripada memperjuangkan hak-haknya, tidak
bersikap konfrontatif, bahwa bertindak berdasarkan keyakinan sendiri adalah
individualisme, dan oleh karena itu asing.
Hal-hal diatas secara tegas menyatakan bahwa demi budaya bangsa elitelah
yang sebaiknya menentukan arah pembangunan.
Tantangan Kebudayaan
Masyarakat kita yang berbudaya akan beruntung apabila mengenal dan akrab
dengan beberapa kebudayaan barat. Sama dengan orang barat yang mengenal dan
mencintai kebudayaan-kebudayaan Timur. Pertemuan dengan kebudayaan lain selalu
memperkaya kita sendiri. Mengagumi karya karya seni Italia, atau menelusuri
filsafat Perancis bagi orang timur pasti sangat rewarding. Yang pasti menarik,
pelancongan ke dalam kebudayaan lain tidak cenderung memiskinkan persepsi
tentang kebudayaan sendiri, melainkan memperkaya.
Kebudayaan yang
sungguh-sungguh mengancam kita adalah kebudayaan modern tiruan. Dia mengancam
karena tidak sejati, tidak substansial, semu, dan ersatz. Kebudayaan itu
membuat kita menjadi manusia plastic, manusia tanpa kepribadian, manusia
terasing, manusia kosong, manusia latah.
Kebudayaan tiruan itu mempunyai daya tarik luarbiasa sehingga mampu
menyedot pandangan kita tentang nilai, dasar harga diri, dan status. Ia
menawarkan kemewahan, kepenuhan hidup, kemantapan diri, asal kita mau berpikir
sendiri, dan berhenti membuat penilaian sendiri. Kebudayaan yang dikatakan
modern itu membuat kita lepas dari kebudayaan tradisional kita sendiri, dan
sekaligus tidak menyentuh kebudayaan teknologis modern yang sesungguhnya.
Akhirnya kita hanya seolah-olah menjadi manusia modern.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kebudayaan adalah salah satu istilah
teoritis dalam ilmu-ilmu sosial. Secara umum, kebudayaan diartikan sebagai
kumpulan pengetahuan yang secara sosial diwariskan dari satu generasi ke
generasi berikutnya.
Dari pembahasan diatas kami dapat simpulkan bahwa manusia berhubungan erat
dengan kebudayaan yang ada pada lingkungan sekitarnya. Karena kebudayaan
tersebut merupakan cara beradaptasi untuk mengatur hubungan antar manusia
sebagai wadah masyarakat menuju taraf hidup tertentu.
Kebudayaan berpengaruh dalam membentuk pribadi seseorang sehingga
mengharuskan manusia untuk mengikuti norma-norma yang ada pada budaya tersebut.
Dengan demikian, budaya patokan cara hidup manusia di tempat dia berada.
Selain itu dalam kebudayaan mengajarkan tentang keimanan
4.2 Saran
Kita sebagai mahluk berbudaya semestinya melestarikan budaya yang kita
punya, jangan sampai budaya yang kita punya tidak kita lestarikan dan sampai
punah. Karena siapa lagi jika bukan kita penerus bangsa yang melestarikan?
Kita lestarikan baik-baik budaya yang telah kita punya agar tidak diakui
oleh bangsa lain.
DAFTAR PUSTAKA
Geertz, C. 1973. The
Interpretation of Culture. New York.
Andrade, R. 2000. Culture
dalam Jessica Kuper, & Adam Kuper, Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial
Soemardjan, Solo, dkk. 1964. Setagkai Bunga Sosiologi. Jakarta: Yayasan Badan Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia
C Kluckhohn. 1990. Sosiologi
suatu pengantar. Rajawali Pers